Kamis, 19 September 2013

Belajar Mencintai Satwa Sejak Dini



Belajar Mencintai Satwa Sejak Dini
Satwa sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari manusia. Hampir
setiap aktivitas manusia tak pernah lepas dari dunia satwa. Sebelum
hadir teknologi canggih, satwa kerap kali dikaryakan untuk menunjang
pekerjaan manusia. Seperti membajak sawah, menjaga rumah, dan
lainnya.

Selain membantu manusia, satwa merupakan penyeimbang alam. Coba lihat
saja tugas serangga air yang berperan sebagai indikator polusi air.

Dan ular sawah yang memangsa tikus pemakan padi kemudian burung yang
membantu penyerbukan dan penyebaran biji-bijian di hutan. Masih
banyak lagi "tugas-tugas" yang sanggup dikerjakan satwa lainnya.

Dari peran yang amat beragam itu, satwa bisa jadi sumber pengetahuan
yang menarik untuk dipelajari. Bagi anak-anak pengetahuan tentang
satwa bisa dimulai sejak dini, agar rasa sayang terhadap satwa bisa
muncul dan membekas hingga dewasa.

Diharapkan kelak dewasa nanti timbul sikap bijak terhadap kelestarian
lingkungannya.

Bagi anak-anak sangat penting untuk mengenalkan satwa. Bisa dimulai
dengan mengenalkan nama-nama satwa kepada anak-anak yang baru dapat
berbicara.

Atau memperkenalkan bentuk-bentuk satwa yang mudah dijumpai di
sekitar rumah seperti kucing, anjing, atau burung.

Untuk mengenalkan satwa kepada anak tentu saja perlu bimbingan orang
tua. Orang tua harus mengarahkan si anak agar timbul rasa sayang
terhadap satwa.

Caranya mudah saja, biasanya anak-anak punya rasa ingin tahu yang
tinggi, jika diperkenalkan kepada salah satu satwa dan pastinya akan
timbul banyak pertanyaan. Nah, di sinilah peran orang tua dalam
mengarahkan pertanyaan si anak.

Menurut ibu Lucia RM Riyanto Msi, MspEd, yang dikutip dari
www.cikal.org, orangtua bisa menggunakan satwa jika ingin menjelaskan
sesuatu. Orangtua pasti bisa mengggunakan daya tarik satwa itu dalam
menanamkan kasih sayang kepada anak.

Selain memicu rasa sayang, satwa bisa juga di jadikan contoh untuk
pengajaran moral. Misalnya melihat satwa disakiti, maka satwa
tersebut akan marah.

Hal ini dapat digunakan orangtua untuk menjelaskan kalau menyakiti
satwa itu perbuatan yang tidak baik, sama juga halnya dengan
menyakiti manusia.

Untuk anak yang lebih besar, memelihara satwa juga mengajarkan rasa
tanggung jawab yang tinggi. Misalnya, satwa harus diberi pakan secara
rutin, dimandikan atau dibersihkan kandangnya.

Tak semua satwa bisa dipelihara secara bebas seperti anjing, kucing,
dan kelinci. Beberapa satwa yang dilindungi tak boleh dipelihara.
Seperti orang utan, walaupun memang tampangnya sangat menggemaskan.

Orangtua juga harus mengenalkan mana satwa yang dilindungi dan mana
yang tidak. Untuk memperkenalkan satwa yang dilindungi anda bisa
mengunjungi kebun binatang, atau aquarium raksasa di Ancol.

Ada satu "jurus" unik yang dikenalkan oleh Birdlife Indonesia -
sebuah LSM yang bergerak di pelestarian burung - yaitu dengan
mengamati burung di alam terbuka istilahnya birdwatching.

Anak-anak diperkenalkan cara menggunakan teropong dan menggambar
burung yang dilihatnya. Jadi dari situ, anak-anak dirangsang untuk
mencintai burung dari alam aslinya. Ini jelas lebih seru daripada
mengamati burung dalam sangkar.

Menurut Ria Saryanthi dari BirdLife Indonesia, untuk mengamati
burung, tak perlu jauh-jauh masuk ke dalam belantara. Hutan kota,
macam Kebun Raya Bogor (KRB) juga sudah layak sebagai lokasi
pengamatan. Apalagi, di sini banyak terdapat burung-burung yang
jarang dilihat orang.

Menurut hasil pengamatan Bas Van Balen, ET Margowati dan Sudaryanti
pada tahun 1987, di KRB terdapat 81 jenis burung. Contohnya, serindit
Jawa, betet biasa, serak jawa, celepuk reban, kukuk seloputu, elang-
alap jambul, pecuk-ular asia, gelatik jawa, kowak-malam abu, tekukur,
dan kutilang.

Tampaknya kondisi tersebut sudah jauh menurun, dikarenakan bisingnya
suara pengunjung, belum lagi ditambah pengeras suara dan radio tape.

Di tengah kota, anda juga bisa mengamati burung. Di tengah hutan kota
yang ada di Jakarta bisa dijadikan alternatif yang murah untuk
mengajarkan anak-anak. Tak hanya itu keakraban antar keluarga jadi
terpupuk.

Menurut Yayong P, Graphic Designer PT Corelab Indonesia, birdwatching
menjadi awal pengenalan satwa bagi keluarga. "Untuk mencintai satwa
kan bisa dimulai dari keluarga.

Caranya gampang. Kita bawa keluarga ke suatu tempat, lalu kita
kenalkan anak-anak pada satwa yang ada, diantaranya teknik mengamati
burung," jelas pria beranak satu ini.

Untuk mengenalkan pengamatan burung bagi sang anak, Yayong lebih
memilih dari cara yang paling sederhana. "Pengamatan secara visual,
burung-burung yang paling dekat dengan kita diamati secara kasat mata
dulu.

Tanpa alat bantu. Coba saja si anak disuruh lihat burung gereja.
Burung itu paling gampang diamati, sebab ia tak terlalu takut dengan
kita.

Nah, kalau sudah suka, baru diajari menggunakan alat bantu, seperti
binokuler atau monokuler," terang Yayong.

"Anak saya meski (usianya) baru dua tahun tapi ia sudah bisa memakai
teropong. Lalu ia sudah membedakan warna dan menghitungnya," bangga
pria yang gemar memancing ini.

Saat melihat burung, lanjut Yayong, sang anak selalu bertanya. Mulai
dari nama, jenis, warna hingga makanannya.

Tampaknya, ia lebih asyik mengamati di alam ketimbang melalui buku-
buku panduan. Nah, silakan coba cara Yayong ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar